Pantomim adalah salah satu jenis pertunjukan seni teater dengan menggunakan mimik wajah atau gesture.
Mendengar kata ini, bagi masyarakat kebanyakan, identik dengan wajah
aktor yang dihias putih dan berkostum kaos belang hitam-putih serta
sangat lihai memainkan mimik wajah. Pun nama-nama pantomimers seperti Charlie Chaplin dan Jemek Supardi sudah tak asing lagi di telinga masyarakat.
Tidak banyak seniman yang bertahan lama untuk berkarya dalam bidang pantomim. Selain Jemek Supardi, salah satu yang concern
dan bertahan dengan pantomim di Kota Gudeg ini adalah Bengkel Mime
Theatre (BMT). Tanggal 2 Mei 2004 merupakan awal keberangkatan dari
kelompok kesenian ini. Tiga pria ganteng pendiri kelompok ini yang
terdiri dari Andy, Ari, dan Asita kala itu memberi nama Bengkel Pantomim
Yogyakarta. Lalu resmi menjadi Bengkel Mime Theatre pada tanggal 10
Novermber 2007.
Siang itu, awan hitam terlihat
berdesak-desakan di daerah Ngestiharjo, letak sanggar BMT. Sesampai di
sana, sanggarnya sedikit mengingatkan saya dengan setting
tempat di novel-novel sastra asing klasik: rumah bata lengkap dengan
pekarangannya. Suasananya menentramkan. “Andy belum datang. Di utara
masih hujan katanya, jadi nunggu reda. Ayo masuk dulu,” ujar mas Ari
yang menyambut saya. Tak berapa lama kemudian, Ngestiharjo diguyur
hujan. Ketika hujan sudah cukup reda, mas Andy datang.
Kelompok yang pertama kali pentas di LIP
tahun 2004 ini baru saja pulang dari Padang Panjang dalam rangka Pekan
Apresiasi Teater (PAT). Tahun ini, BMT menyelenggarakan Pesiar Karya
untuk ketiga kalinya sebagai sub acara PAT setelah meraih kesuksesan
dalam Pesiar Karya tahun 2010. Dengan visi memperkenalkan pantomim ke
beberapa daerah, kelompok ini menggelar pentas di beberapa kota. Selain
Padang Panjang, mereka menggelar acara ini di Solo, Semarang,
Purwokerto, Denpasar, Bandung, dan Yogyakarta. Bulan Desember nanti,
mereka akan melakukan pentas di Jakarta. Latihan mereka lakukan dengan
membaur bersama komunitas-komunitas lainnya sehingga menguatkan ikatan
persaudaraan diantara mereka. Menurut mereka, semua pentas yang telah
mereka selenggarakan tidak ada yang tidak berkesan.
Untuk mengasah penampilan yang kian epic,
dengan total anggota 6 orang, mereka biasa melakukan latihan rutin satu
minggu sekali di Sangkring. Awalnya mereka latihan di kos salah satu
anggota sebelum memiliki sanggar tetap pada tahun 2007. Konsep yang
diangkat kelompok ini berbeda dengan kelompok kesenian pantomim lainnya.
“Unsur yang diangkat BMT banyak sekali karena kami mencoba mendekati
pantomim lebih dari satu perspektif. Kami mencoba untuk lebih
eksploratif dan berbeda,” ujar mas Andy. Hal itu terlihat dari gaya
pentas mereka yang khas: jauh dari wajah dihias putih dan kaos belang
hitam-putih. Dalam pembuatan naskah, ide dapat berangkat dari puisi atau
cerpen. “Kadang nggak naskah dulu. Kadang hasil eksploitasi dulu baru
naskah,” tambahnya.
Ditanya tentang awal ketertarikan dengan
pantomim, mas Andy menjelaskan bahwa pantomim bukan cita-cita mereka.
Namun pantomim sendiri itulah yang merasuk masuk dalam hidup mereka dan
memberikan arah untuk ke situ. “Kami punya visi untuk menciptakan nilai
estetik pantomim, dengan misi pendidikan alternatif bagi masyarakat
melalui penggalian nilai gerak, tradisi, kontemporer, dan imajinasi,”
tambahnya. Mereka biasa melakukan anjangsana bertajuk EduMime, yaitu
kegiatan bermain dengan pantomim bersama murid-murid SMA di Bantul. Ke
depannya, mereka berkeinginan untuk mengenalkan seni pantomim di
berbagai sekolah dan kota.
BMT tidak membuka lowongan anggota baru.
Namun bagi yang ingin melihat bagaimana mereka latihan atau sekedar
ngobrol-ngobrol, bisa berkunjung ke sanggar mereka yang beralamat di
Nitiprayan no. 43B RT/RW 01/20, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul 55182.
Serta bagi yang ingin tahu alias kepo agenda dan program apa saja yang
dibuat oleh teman-teman BMT, bisa berkunjung ke website www.bengkelmimetheatre.com.
Perbincangan kami berakhir beberapa menit setelah adzan Ashar
berkumandang. Tak terasa, kopi yang saya minum juga habis. Setelah
ngobrol lepas beberapa menit dengan mas Andy dan mas Ari, akhirnya saya
pamit. Kehadiran kelompok-kelompok kesenian seperti BMT perlu kita
apresiasi agar tetap dapat menelurkan karya lebih banyak lagi. Mari kita
junjung tinggi kreativitas!Kontributor Study in Jogja: Zidnie Ilma.
0 komentar:
Post a Comment